Susi Pudjiastuti Doakan Karma Menimpa Para Perusak Lingkungan: Seruan Keras untuk Keadilan Alam
Kerusakan lingkungan menjadi isu yang tak kunjung selesai di Indonesia. Mulai dari pembalakan liar, penambangan ilegal, pencemaran laut, hingga kebakaran hutan, semuanya berkontribusi terhadap krisis ekologi yang kian parah. Di tengah kegamangan ini, sosok Susi Pudjiastuti kembali hadir dengan suara lantangnya. Ia tak hanya mengkritik, tetapi juga mendoakan agar karma menimpa mereka yang dengan sengaja merusak alam demi kepentingan pribadi.
Pernyataan Susi tersebut sontak menyulut berbagai reaksi di masyarakat. Sebagian mendukung dengan penuh semangat, sebagian lagi mempertanyakan makna di balik doa keras tersebut. Artikel ini mencoba mengurai latar belakang, makna, dan konsekuensi dari pernyataan tersebut, serta menyoroti berbagai kasus kerusakan lingkungan yang menjadi latar kemarahan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini.

1. Siapa Susi Pudjiastuti: Sosok yang Tidak Pernah Bungkam
Susi Pudjiastuti dikenal sebagai figur publik yang blak-blakan, berani, dan selalu berdiri di pihak lingkungan. Selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (2014–2019), ia menginisiasi berbagai kebijakan progresif, termasuk pemberantasan illegal fishing yang membuat kapal-kapal asing ilegal tak berani lagi mencuri ikan di laut Indonesia.
Lahir di Pangandaran, Jawa Barat, pada 15 Januari 1965, Susi memiliki latar belakang unik. Ia seorang dropout dari SMA, namun sukses membangun kerajaan bisnis di sektor perikanan dan penerbangan. Kepeduliannya pada lingkungan bukanlah sesuatu yang baru. Ia telah lama memperjuangkan kelestarian laut dan ekosistem pesisir, serta mengecam pihak-pihak yang mengabaikan dampak ekologis.
2. Pernyataan Tegas: Doa untuk Karma Para Perusak Lingkungan
Dalam sebuah unggahan media sosial terbarunya, Susi menyampaikan doa agar para perusak lingkungan segera mendapat balasan atas perbuatan mereka. Ia menyebut, “Semoga karma cepat datang kepada mereka yang merusak bumi ini dengan rakus.”
Pernyataan itu bukanlah sekadar luapan emosi sesaat. Susi menuliskan kalimat tersebut setelah muncul berbagai laporan mengenai kerusakan hutan, tumpahan minyak di laut, dan pencemaran sungai oleh limbah industri. Dalam unggahannya, ia juga mengunggah foto-foto kerusakan lingkungan yang mencolok sebagai bukti nyata kehancuran yang terjadi di sekitar kita.
Bagi sebagian orang, doa tersebut terasa ekstrem. Namun bagi banyak aktivis lingkungan, ini adalah bentuk frustrasi yang sah terhadap sistem yang acap kali membiarkan pelanggaran ekologi tanpa hukuman setimpal.
3. Reaksi Publik: Dari Dukungan hingga Perdebatan
Pernyataan Susi viral dalam waktu singkat. Ribuan komentar berdatangan. Mayoritas mendukung dan memuji ketegasan sang mantan menteri. Ada yang menulis, “Ibu Susi, Anda suara hati kami yang lelah melihat keserakahan tanpa batas.” Ada pula yang menyatakan bahwa doa Susi adalah pengingat keras bagi para pelaku perusakan lingkungan.
Namun tak sedikit pula yang mempertanyakan efektivitas dari ‘doa karma’. Mereka menilai, pernyataan seperti itu hanya bersifat simbolik dan tidak berdampak secara langsung pada perbaikan situasi lingkungan. Beberapa pihak justru mendorong Susi untuk lebih aktif lagi dalam advokasi hukum atau membangun gerakan sipil guna menekan pemerintah dan korporasi.
4. Realitas Kerusakan Lingkungan di Indonesia
Indonesia menghadapi tantangan lingkungan yang sangat kompleks. Berdasarkan data dari berbagai lembaga pemerhati lingkungan, berikut adalah beberapa bentuk kerusakan yang paling meresahkan:
a. Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan
Hutan tropis Indonesia menyusut drastis akibat pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan proyek infrastruktur. Setiap tahun, ratusan ribu hektare hutan hilang, mengakibatkan hilangnya habitat satwa liar serta meningkatnya emisi karbon.
b. Pencemaran Laut dan Sungai
Laut Indonesia tercemar oleh plastik, limbah industri, hingga tumpahan minyak. Sungai-sungai besar seperti Citarum dan Brantas dinyatakan sebagai sungai tercemar berat, akibat limbah rumah tangga dan industri.
c. Pertambangan Ilegal
Aktivitas tambang liar merusak lingkungan, mencemari air tanah, dan memicu konflik sosial. Tambang emas ilegal di Kalimantan dan Sumatra menjadi sorotan karena penggunaan merkuri yang merusak ekosistem dan membahayakan kesehatan warga.
d. Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran tahunan di Sumatra dan Kalimantan menyebabkan kabut asap lintas negara. Selain kerugian ekonomi, jutaan warga mengalami gangguan pernapasan.
5. Mengapa Karma Menjadi Simbol Keadilan bagi Lingkungan
Karma, dalam filosofi Timur, merujuk pada konsekuensi dari tindakan seseorang. Dalam konteks lingkungan, doa agar “karma menimpa para perusak” mencerminkan harapan akan adanya balasan atau keadilan alam.
Susi tidak sedang memprovokasi atau mengutuk secara personal. Ia menggunakan simbolisme karma sebagai bentuk sindiran terhadap sistem hukum yang lemah dan tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan lingkungan.
6. Refleksi dari Perspektif Hukum Lingkungan
Indonesia sebenarnya memiliki perangkat hukum yang cukup kuat untuk melindungi lingkungan. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan sanksi pidana bagi pelanggaran serius. Namun implementasinya masih lemah.
Korupsi, lemahnya penegakan hukum, dan pengaruh politik menjadi hambatan utama. Banyak perusahaan besar yang terbukti mencemari lingkungan tetap beroperasi karena adanya pembiaran atau pelindung dari oknum-oknum tertentu.
7. Susi dan Upayanya Pasca-Jabatan Menteri
Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri, Susi tetap aktif menyuarakan isu lingkungan. Ia mendirikan Yayasan Susi Air dan aktif melalui media sosial. Bahkan dalam banyak kesempatan, ia menyumbangkan pesawat pribadi untuk membantu pengawasan laut dan logistik bantuan bencana.
Langkah-langkah kecil ini menunjukkan komitmennya yang konsisten terhadap kelestarian alam. Meski tidak berada di kursi kekuasaan, ia terus berperan sebagai penjaga moral dan suara hati rakyat.
8. Aktivis dan Masyarakat Sipil: Menyambut Seruan Susi
Pernyataan Susi menjadi pelecut semangat bagi banyak komunitas pecinta lingkungan. Beberapa organisasi melaporkan peningkatan donasi dan partisipasi dalam kampanye setelah pernyataan tersebut viral. Tagar seperti #KarmaLingkungan dan #LawanPerusakAlam pun bermunculan di media sosial.
Di sisi lain, akademisi dan tokoh agama mulai mengangkat isu keadilan ekologi dalam ceramah dan seminar. Ini menandakan bahwa suara Susi tidak sekadar emosional, tetapi memiliki daya jangkau luas yang mampu menggugah kesadaran kolektif.
9. Jalan Panjang Menuju Keadilan Ekologis
Pernyataan dan doa saja tidak cukup. Diperlukan:
- Reformasi hukum dan penegakan terhadap pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.
- Pendidikan lingkungan hidup sejak dini agar masyarakat menghargai dan merawat alam.
- Kebijakan ekonomi hijau yang berpihak pada pembangunan berkelanjutan.
- Partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan pelanggaran lingkungan.
Dengan langkah nyata, karma yang dimaksud Susi bisa terwujud melalui mekanisme hukum dan sosial yang adil.
10. Harapan dan Seruan untuk Masa Depan
Susi Pudjiastuti telah menyalakan kembali api perlawanan terhadap ketidakadilan lingkungan. Harapannya sederhana: agar alam tetap lestari, agar generasi mendatang tak mewarisi kehancuran. Namun untuk mewujudkannya, seluruh elemen bangsa harus bergerak.
Masyarakat tak bisa lagi diam. Pemerintah tak boleh lagi abai. Korporasi harus bertanggung jawab. Dan suara seperti Susi harus terus dijaga, agar menjadi pengingat bahwa ada yang lebih penting dari sekadar laba: keberlangsungan hidup bumi kita bersama.
Penutup
Pernyataan Susi Pudjiastuti tentang karma bagi para perusak lingkungan bukan sekadar doa. Ia adalah simbol keputusasaan sekaligus seruan agar kita bangkit melawan perusakan sistematis terhadap bumi ini. Dalam dunia yang makin panas dan penuh polusi, suara lantang seperti Susi adalah alarm yang tak boleh kita abaikan.
Karma bisa datang dalam berbagai bentuk: bencana alam, kerusakan sistem sosial, bahkan pandemi global. Namun daripada menunggu karma, bukankah lebih baik kita berubah sebelum terlambat?
Baca Juga : Menang atas China, Timnas Indonesia Dijamu Makan Siang Bersama Presiden Prabowo Subianto