Kasus Marbot Masjid di Depok Curi Uang Kas: Antara Kepercayaan, Pengkhianatan, dan Gaya Hidup Hedon
Masjid merupakan tempat ibadah yang identik dengan ketenangan, kesucian, dan ketakwaan. Di dalamnya, para jemaah berharap menemukan kedamaian dan pembimbing moral. Namun, apa jadinya jika sosok penjaga masjid justru mengkhianati kepercayaan tersebut? Inilah yang terjadi di salah satu masjid di wilayah Depok, Jawa Barat, ketika seorang marbot—petugas yang bertanggung jawab atas kebersihan dan keamanan masjid—tertangkap tangan mencuri uang kas masjid dan menggunakannya untuk kegiatan foya-foya.
Kabar ini langsung menyita perhatian publik. Tak hanya mencoreng nama baik masjid, peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas individu yang berada di lingkup tempat suci. Bagaimana kasus ini bisa terjadi? Apa motifnya? Dan bagaimana masyarakat menyikapinya?

Profil Marbot dan Masjid Tempat Kejadian
Masjid Al-Hikmah di Depok
Masjid Al-Hikmah, terletak di wilayah Pancoran Mas, Depok, dikenal sebagai salah satu tempat ibadah aktif dengan jemaah cukup ramai. Kegiatan keagamaannya padat, dari salat berjamaah hingga pengajian mingguan dan kegiatan sosial seperti santunan anak yatim.
Masjid ini dikelola oleh DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) yang beranggotakan tokoh masyarakat setempat. Dana operasional masjid berasal dari kotak infak, donatur, dan sumbangan mingguan jemaah.
Marbot Berinisial “R”
Pelaku pencurian diketahui berinisial R (41 tahun), yang telah menjadi marbot di masjid tersebut selama hampir lima tahun. R dikenal oleh warga sebagai sosok ramah, rajin, dan aktif membantu kegiatan masjid. Tak heran jika banyak jemaah memberikan kepercayaan penuh padanya, termasuk dalam urusan keuangan kecil dan pengumpulan kotak infak.
Namun, citra baik tersebut mulai retak ketika kas masjid mulai tidak seimbang dan beberapa dana bantuan sosial tak kunjung disalurkan.
Awal Terbongkarnya Kasus
Masalah mulai terendus awal Mei 2025 ketika bendahara masjid mencurigai adanya kejanggalan dalam pembukuan. Dana infak yang biasa terkumpul rata-rata Rp7–10 juta per minggu, tiba-tiba hanya tersisa sekitar Rp2 juta. Bahkan dana khusus renovasi toilet masjid senilai Rp20 juta yang disimpan di dalam brankas tidak diketahui keberadaannya.
Setelah berkoordinasi dengan pengurus lain, dilakukan audit kecil-kecilan. Dalam proses itu, ditemukan bahwa catatan manual yang biasa dibuat oleh R tidak sesuai dengan saldo bank dan catatan kas masuk.
Puncaknya terjadi pada 25 Mei 2025, ketika pengurus masjid memasang kamera pengintai tersembunyi di area kantor masjid. Dalam rekaman CCTV, terlihat R membuka brankas sendirian di malam hari, lalu memasukkan beberapa lembar uang ke dalam tas hitamnya. Bukti tersebut akhirnya diserahkan ke pihak kepolisian.
Penangkapan dan Pengakuan Mengejutkan
Pada 28 Mei 2025, R resmi ditangkap oleh Polsek Pancoran Mas setelah adanya laporan resmi dari pihak masjid. Dalam pemeriksaan, R mengakui perbuatannya dan mengungkap bahwa aksi pencurian telah ia lakukan selama kurang lebih enam bulan terakhir.
Yang lebih mengejutkan adalah pengakuan R soal penggunaan uang tersebut. Alih-alih untuk kebutuhan hidup atau alasan darurat, R mengakui uang tersebut digunakan untuk:
- Pergi ke tempat karaoke dan panti pijat
- Membeli gadget dan pakaian bermerek
- Berlibur ke Puncak dengan beberapa wanita penghibur
- Main judi online melalui aplikasi mobile
Pihak penyidik memperkirakan total kerugian yang ditimbulkan mencapai lebih dari Rp150 juta.
Motif dan Gaya Hidup Ganda Pelaku
Saat ditanyai motifnya, R mengaku terlena dengan gaya hidup mewah yang ia kenal dari media sosial dan teman-temannya. Ia merasa “jenuh” dengan kehidupan sederhana dan merasa memiliki kesempatan untuk mencoba hidup hedon setelah melihat uang tunai yang mudah diakses setiap hari.
“Awalnya cuma ambil Rp500 ribu, buat iseng karaoke. Lama-lama ketagihan, terus main judi. Kalau kalah, saya ambil lagi uang infak untuk balikin,” ujar R saat diperiksa.
Fakta ini mengejutkan karena selama ini R dikenal sebagai pribadi yang taat, bahkan kerap memimpin azan dan menjadi pemandu doa dalam berbagai kegiatan.
Reaksi Masyarakat dan Tokoh Agama
Warga sekitar Masjid Al-Hikmah mengaku kecewa dan marah terhadap tindakan R. Mereka tidak menyangka orang yang dianggap seperti “penjaga rumah Tuhan” bisa melakukan hal sejauh itu.
“Dia yang bersihkan masjid, yang azan, tapi juga yang rampok duitnya. Itu penghianatan,” ujar seorang jemaah bernama Pak Abdul.
Tokoh agama dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok juga angkat bicara. Dalam pernyataan persnya, MUI mengingatkan pentingnya seleksi dan pengawasan terhadap siapa pun yang mengelola dana umat.
“Marbot bukan sekadar tukang sapu masjid. Ia adalah penjaga amanah. Ini peringatan serius agar pengurus masjid memperketat pengawasan.”
Tanggapan DKM dan Proses Hukum
Dewan Kemakmuran Masjid menyatakan akan mengevaluasi sistem pengelolaan kas dan menyusun prosedur audit rutin. Mereka juga meminta maaf kepada jemaah atas kelalaian dalam pengawasan.
Sementara itu, Polsek Pancoran Mas telah menjerat R dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 362 KUHP tentang pencurian, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Kasus ini kini dalam tahap pemberkasan dan akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Depok.
Dampak Sosial dan Moral
Peristiwa ini tidak hanya soal uang yang dicuri. Lebih dari itu, ini adalah tentang runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap simbol keagamaan. Banyak jemaah merasa kehilangan sosok panutan yang selama ini mereka hormati.
Beberapa efek yang dirasakan:
- Penurunan jumlah infak dan sedekah karena ketidakpercayaan.
- Trauma moral di kalangan pemuda masjid.
- Kekhawatiran akan kasus serupa di masjid lain.
Fenomena Penyalahgunaan Kepercayaan di Lingkungan Ibadah
Kasus R bukan yang pertama. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa kasus serupa:
- Tahun 2021, bendahara masjid di Surabaya ditangkap karena menggunakan uang zakat untuk membeli motor sport.
- Tahun 2023, pengurus DKM di Makassar terlibat kasus investasi bodong dengan menggunakan dana wakaf.
Fenomena ini mencerminkan perlunya sistem transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan tempat ibadah.
Solusi dan Rekomendasi
1. Digitalisasi Keuangan Masjid
Penggunaan sistem kas digital yang terintegrasi dengan aplikasi atau layanan bank dapat meminimalkan pengelolaan uang tunai, sehingga mengurangi potensi penyalahgunaan.
2. Audit Eksternal Tahunan
Masjid sebaiknya menyewa akuntan independen untuk melakukan audit tahunan dan menyampaikan laporan terbuka ke publik.
3. Peningkatan Kapasitas SDM
Marbot dan pengurus masjid perlu diberikan pelatihan tentang etika, akuntabilitas, dan tanggung jawab keuangan.
4. Keterlibatan Jamaah
Penting adanya mekanisme partisipasi jamaah dalam pengawasan anggaran, melalui forum musyawarah triwulan atau semester.
Penutup: Ibadah, Amanah, dan Refleksi
Peristiwa marbot masjid yang mencuri uang kas untuk foya-foya adalah alarm moral bagi kita semua. Ini bukan sekadar soal kriminalitas, tapi soal bagaimana manusia bisa tergelincir saat diberi kepercayaan tanpa pengawasan yang cukup.
Kisah ini mengajarkan bahwa keimanan harus disertai integritas. Bahwa jabatan sekecil apa pun dalam struktur keagamaan memikul tanggung jawab besar. Dan bahwa di balik kesucian tempat ibadah, masih ada ruang bagi godaan duniawi yang bisa menjerumuskan siapa saja.
Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh masjid dan rumah ibadah lainnya untuk membangun sistem yang tidak hanya aman, tapi juga berlandaskan amanah dan profesionalisme.